Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita

LMKN dan PRSSNI Bahas Skema Pembayaran Royalti Lagu dan Musik untuk Radio

23
×

LMKN dan PRSSNI Bahas Skema Pembayaran Royalti Lagu dan Musik untuk Radio

Sebarkan artikel ini

JAKARTA — Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menggelar pertemuan dengan pengurus Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) untuk membahas mekanisme serta skema pembayaran royalti lagu dan atau musik bagi lembaga penyiaran radio.

Pertemuan berlangsung pada Kamis, 30/10, di kantor LMKN, Jl. H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ketua LMKN Pencipta, Andi Mulhanan Tombolotutu, menyebut pertemuan ini sebagai langkah awal membangun kesepahaman antara regulator dan pelaku industri penyiaran.

“LMKN butuh masukan dan saran dari pengurus PRSSNI agar dapat mengambil langkah yang tepat dan strategis ke depan terkait pembayaran royalti,” ujarnya.

Menurut Andi, LMKN terbuka terhadap masukan dari asosiasi radio untuk menemukan skema pembayaran yang lebih adil dan realistis. Hasil diskusi diharapkan menjadi dasar dalam pembentukan kebijakan tarif yang tidak hanya berpihak pada pencipta lagu dan musisi, tetapi juga mempertimbangkan kondisi finansial lembaga penyiaran radio di seluruh Indonesia.

Komisioner LMKN, M. Noor Korompot, menegaskan pentingnya penghargaan terhadap hak ekonomi dan hak moral para pencipta lagu, meski banyak pengelola radio menghadapi tantangan finansial.“Pengelola radio saat ini memang dalam kondisi yang miris dari sisi omset, namun LMKN meminta agar penghargaan hak komersial dan hak moral wajib dilaksanakan dengan merujuk pada kebijakan tarif royalti sesuai PP No. 56 Tahun 2021,” kata Noor Korompot.

Sementara itu, Ketua Umum PRSSNI, M. Rafiq, menyambut baik langkah LMKN yang membuka ruang dialog dengan pelaku industri radio. Ia menjelaskan bahwa sejak 1989, asosiasi radio swasta telah membayar royalti kepada pencipta lagu dan musisi melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Karya Cipta Indonesia (KCI).“Asosiasi Radio Swasta berdiri pada 1974, memiliki 546 anggota di 153 kota di Indonesia.

Dan kami membayar royalti musik dan lagu sejak 1989 melalui KCI,” ujar Rafiq. Namun, ia menilai persoalan muncul ketika pemerintah menetapkan tarif royalti tanpa melibatkan PRSSNI, yang kemudian menimbulkan kebuntuan dalam mekanisme penagihan royalti di sektor penyiaran radio.

Rafiq pun mengusulkan skema tarif baru berdasarkan kategori radio: kategori A sebesar Rp1,5 juta per tahun, kategori B Rp1 juta per tahun, dan kategori C Rp500 ribu per tahun. “Karena format radio di Indonesia sangat beragam. Ada yang memutar musik, ada yang fokus pada berita. Bahkan, beberapa radio di Jawa Tengah hanya menyiarkan musik wayang,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, LMKN menerima usulan dari pihak radio agar tarif royalti ditinjau kembali. Namun, Andi Mulhanan menegaskan bahwa penyesuaian tarif tidak bisa dilakukan secara serta-merta. “Peninjauan kembali membutuhkan waktu dan analisis data yang jelas. Tarif yang rasional harus diukur dari banyak parameter, termasuk laporan pajak yang menunjukkan omzet usaha setahun,” katanya.

Pertemuan antara LMKN dan PRSSNI ini diharapkan menjadi awal terbentuknya kebijakan baru yang lebih proporsional—melindungi hak pencipta lagu sekaligus menjaga keberlanjutan industri radio nasional. (AD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *